Berdiam Dalam Kesunyian

cinta itu ternyata kalkulasi matematis, membahana mengingatkan pada sebuah janji yang menyatukan. telah padam suara hati, menyibak misteri yang tak kunjung muncul laksana berjalan menuju lorong waktu yang tak pernah berhenti

Menuju Pelaminan Suci Pengabdian

Ada saat kita mengeluh dalam hidup, ada pula saat kita kegirangan menertawai diri yang semakin hari semakin menukik menuju ke-Gila-an abadi. he he he Itulah hidup yang harus di-hidupi terus menerus, sebab hidup tanpa hidup adalah sebuah kematian yang meyakinkan.

Pendidikan Agama Yang Gagal

Secara historis, kita mengetahui bahwa pendidikan sekaligus sistem dan institusinya sebenarnya telah hadir mengiringi perkembagan peradaban manusia semenjak tahun 900-an SM. Pada saat itu system pendidikan mula-mula dikembangkan di kota Sparta(Thompson, 1951:1), apa artinya? Artinya bahwa hakekat pendidikan sebagai sebentuk transformasi menuju perubahan-perubahan tertentu telah diyakini manusia sebagai alat yang efektif sejak dahulu kala.

Goresan (Bukan) Puisi

Adakah yang nyata itu sebab yang nyata hanyalah kenyataan itu lalu apa yang sebenarnya terjadi semua menjadi lebur dalam kegalauan dan kehampaan mungkin kita tak lagi harus bertanya.

Keterputusan-Ke-Mewaktuan

Perlahan tapi pasti, waktu ini akan berpendar pada edarnya yang telah ditentukan. Pergantian masa dari 2012 ke tahun 2013 tak pelak meninggalkan banyak kenangan, yang bukan saja suka, duka, lara dan segala pernak pernik kehidupan bercampur-baur menjadi satu kesatuan yang utuh. Kehiduapan layaknya horizon yang tak kenal akhir dan tak berujung pada pangkal dan sumbu keterputusan. Semua berjalan dan beredar sesuai dengan sunnattullah, abadi sepanjang masa.

15 Feb 2015

Perbedaan & Pergumulan

Ketika perbedaan menjadi perdebatan, maka saat itu rasionalitas dipastikan tak berfungsi.
Adakalanya dalam horizon hidup, manusia tak mau mengerti dengan perbedaan yang ada.
Sudah menjadi mafhum yang umum bahwa apa yang berbeda dengan kita biasanya menjadi ancaman yang akan merusak eksistensi. Lalu, apakah kita harus memusuhi perbedaan? ataukah kita hanya butuh rehat sejenak untuk memahami dengan nurani tentang sesuatu yang lain dari diri kita. Kadangkala memang apa yang menjadi warna hidup kita, tak mampu kita dialogkan dengan warna hidup orang lain. Warna hidup ini bermacam-macam adanya, adakala itu, agama, suku, ras, kulit, adat, istiadat, sampai selera makanan pun sudah menjadi sterotype bagi klimaks identitas diri kita sejak lahir. Kita butuh belajar falsafah hikmah, untuk mengarifi seluruh yang berbeda dengan identitas kita. Sebab, tanpa hikmah dan kearifan yang kita tabung untuk menghadapi gejolak perbedaan, maka dipastikan hidup kita akan jauh dari gemercik air kebahagian.

Boleh jadi, dalam idealitas dan konsepsi teoretis perbedaan dapat dituntaskan, tapi dalam hal realitas faktualnya, kadangkala jauh dari kenyataan. Begitu sulit memahami perbedaan ini, sampai Muhammad Saw, menyebut bahwa "Perbedaan itu adalah Rahmat". Rahmat untuk siapa, rahmat bagi orang yang mau dengan ikhlas menerima perbedaan tersebut, tanpa harus mempermasalhkannya.
Semudah itukah pemahaman tentang perbedaan, yang ujungnya hanya "rahmat". Mudah memang melafaskannya, tapi sulit merealisasikanya. Rahmat dalam term Islam, sederhanyanya adalah pemenuhan "kasih sayang", artinya bagi siapa saja yang menerima perbedaan itu dengan ikhlas, maka dihatinya akan ditanam kasih sayang oleh Tuhan.

14 Feb 2015

Semata Senja



pada senja melukis rindu, 
selaksa ranum pada penantian tiada henti.
sudah tahukah engkau yang dipuja,
bahwa hanya dirimu yang mendamba hati

sebab, temaram cahaya bulan di wajahmu
meliuk laksana air surgawi yang mengalir.
kala menatap liukan itu,

berdua terpukur takzim tak bernada
hanya lirih desah yang berkelabat
engkau dan diriku dalam peraduan
menuju Tuhan yang maha kudus.


1 Mei 2014

perjumpaan bahagia

kala takdir menentukan, semua idealisasi melebur dan pada akhirnya hanya keridha-an hatilah cerminan penerimaan akan semua yang terjadi. adakalanya kita harus mengakhiri keresahan yang tentu menjadi bagian histori lampau. menjebak diri dalam dinamika masa lalu, tentu akan membuat segalanya menjadi hal yang tak lagi ideal dan realistis. masa-masa itu haruslah berubah menjadi cerminan untuk membangun visi kehidupan masa depan. sungguh hidup ini akan sangat berarti bila semua dinamika yang terjadi dipahami dan maknai sebagai peristiwa manusiawi yang terlempar di alam fana yang serba tak pasti. dialektika manusiawi menjadi sah dan wajib dilakoni, karena tanpa lakon tersebut, kita tak akan pernah benar-benar menjadi manusia. sudah pada kenyataannya, bahwa kehidupan adalah proses menghidupi diri menjadi makhluk pembawa kasih bagi seluruh alam. bahagia itu pilihan. manusia hidup untuk memilih bahagia dan berjumpa kebahagian kepada siapa yang manusia kehendaki.

27 Agu 2013

Kembali merenung...

menjadi manusia sejatinya adalah merayakan kebebasan
bebas melakukan dan tak melakukan apa pun
kehendak bebas itu adalah fitrah dari yang Kuasa

menjadi ironi, ketika manusia mulai terpenjara oleh

rutinitas yang tak hanya mengaburkan eksistensi kemanusian,
namun, sejatinya rutinitas melelahkan dan mengabaikan kebebasan sejati

telah ada pada muasalnya, bahwa manusia lahir untuk hidup
bahkan kebanyakan manusia mengorbankan kebebasan hidup
untuk mendapatkan kehidupan.

manusia lupa bahwa hidup ternyata hanyalah bagian terkecil
dari eksistensi kemanusian...

15 Mei 2013

Masih seperti yang dulu..



Pendulum waktu itu lamat-lamat menemui ujungnya, dan aku disini, hanya berharap cemas tentang dirimu. Sama seperti yang lalu, aku hanya dapat melihat dan memandangmu dari kejauahan. Tak sanggup aku merekam jejak seluruh nafas hidup dan obsesi yang setiap detik menusuk jati diriku.



Masih seperti yang dulu, engkau dengan setia menemaniku dalam lamunan syahdu efos sejarah cinta yang kita berdua tak pernah tahu kapan akan berujung. Sebab, awalnya pun tak pernah dimulai. Aku mengisahkan miliyaran kecupan nanar dalam nubuat cerita tak ber-tuan. Maha kisah itulah yang membuat kita berdua bergairah dalam pelarian kesunyian selama ini.

Suatu waktu, engkau bertutur. Mengungkap gelisah yang tak kau pahami. Aku pun, meyakinkanmu bahwa gelisah itu adalah bagian dari pilihan ideologi-hidup. Kau tau, apa itu ideologi-hidup.? Engkau hanya menjawabnya dengan satu kecupan kata, “perlawanan”.