6 Agu 2012

HMI DALAM TIMBANGAN WAKTU; Refleksi Milad HMI yang Ke-61

Tak terasa perjalanan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sejak didirikannya 61 tahun yang lalu, tepatnya 5 Februari 1947 telah berjalang mengitari waktu dan zaman bak pergantian siang dan malam. HMI sudah menjadi tren tersendiri dalam perjalan Bangsa dan Ummat, sebagimana yang dicita-citakan oleh Lafran Pane pendiri HMI, bahwa HMI didirikan untuk kepentingan bangsa Indonesia dan kemajuan ummat Islam sebuah cita-cita luhur nan mulia yang menginspirasi perjalanan kesejaran HMI selanjutnya. Tak pelak lagi bahwa HMI sudah menjadi bagian dari Bangsa dan Ummat yang senatiasa mengiringi langkah perjalanan kehidupan di negara Indonesia tercinta ini.

Betap tidak, nyaris hampir seluruh orang besar dan penentu kebijakan di negeri ini adalah produk dari yang bernama organisasi yang bernama HMI. Sebut saja misalnya, Cak Nur sebutan populer dari Nurcholis Madjid bapak bangsa yang mengedepankan idealisme intelektual samapi akhir hayatnya, dan sederetan tokoh-tokoh nasional yang berpengaruh dari yang sangat ideal sampai kepada tokoh yang sangat pragmatis-matrealis sekalipun. Fenomena ini meanarik untuk kita amati bersama bahwa HMI sampai hari ini menjadi organisasi yang memproduk kader-kader yang berkepribadian ganda, maksudnya adalah bahwa ternyata HMI telah melahirkan kader-kader pemimpin masa depan yang sangat plural. Ini mungkin terjadi karena nilai-nilai pluralitas di HMI sangat dijunjung tinggi. Tapi meskipun demikian nilai-nilai pluralitas dalam tubuh HMI telah menjadikan kader-kadernya terbelah pada dua mainstream yang saling berlawanan antar keduanya.

Fenomena ini semaking menarik jika kita coba dekati dengan perspektif atau diskursus tentang oposisi binerian sebuah diskursus yang dikembangkan oleh pemikir Postsrukturalis dalam membongkar ke-Hitam-an peradaban moderen di atas pondasi rasionalitas. HMI sebagai sebuah institusi yang dibangun di atas konpensi-konpensi kelembagaan yang di ikat oleh aturan yang administratif secara tidak langsung telah membentuk corak realitas tersendiri atau dalam hal ini sebuah budaya yang melingkupi keseluruhan dimensi HMI, baik kader maupun institusi HMI itu sendiri. Budaya inilah yang kemudian membentuk corak kepribadian, sikap dan tindakan orang-orang HMI (Baca: kader HMI).

Kondisi ini diperparah oleh bangunan struktur HMI telah membuat kader-kadernya kehilangan identitas kediriannya, kretifitas dan tindakan mesti sesuai dengan corak yang dilestarikan oleh HMI. Tapi meskipun demikian pengaruh HMI di negara ini butuh untuk diaprsesiasi lebih jauh sebab, sebagai organisasi kemahasiswaan yang tertua di negeri ini sangat memungkinkan kita untuk mengambil beberapa ibrah dari perjalanan tersebut.

HMI Masa Depan Sebuah Gigantisme Budaya,
Akankah HMI bertahan dengan gempuran budaya yang menohok hari ini? Sebuah pertanyaan yang meneguhkan afirmasi akan eksistensi organisasi ini untuk tetap surfive ditengah-tengah tantangan zaman saat ini. Bagi penulis, HMI saat ini sudah mesti melakukan restrukturasi kelembagaan, sebab tanpa pembenahan yang memadai dalam tubuh HMI maka dapat mudah diprediksi bahwa umur HMI tak bakalan lama lagi selanjutnya HMI hanya sekedar tempat berhimpun yang tak menarik bagi kader-kadernya.

Salah satu aspek yang harus diperbaharui oleh HMI adalah pembenahan Inprastruktur kelembagaan, yang mana karakter dasar HMI yang sangat mengagungkan pemenuhan aspek intelektual dan spiritual mesti ditinjau kembali, maksudnya adalah bahwa akhir-akhir ini kelesuan intelektual di tubuh HMI semaking menukik ditambah lagi dengan kondisi karakter dan bangunan sifat dan sikap mental kader yang kurang dielaborasi dengan baik. Bangunan intelektual menjadi Ruh HMI karena dalam aspek kesejarahnnya terbukti bahwa HMI adalah organisasi yang memproduk kader pemimpin bangsa dan ummat masa depan.

Menurut Harbert Marcus manusia masa depan yang bisa bertahan dalam mengarungi kehidupan adalah manusia yang mempunyai karakter diri yang punya kompetensi intelektal yang mumpuni serta manusia yang mempunyai tingkat kesadaran diri yang tinggi. Fenomena penguatan Eksistensi ke-Diri-an yang disinyalir oleh Marcus di atas harus menjadi perhatian yang serius bagi HMI masa depan. HMI harus menciptkan budaya intelek yang mumpuni dan kondisi Psikologis yang jelas bagi kader-kadernya, sebab dengan demikian HMI mampu meproduk kader-kader yang tidak shock culture, siap hidup pada keadaan apapun tanpa merasa diri terabaikan oleh dunia apa lagi merasa skeptis dalam menjalani hidup.

Dan yang kedua, yang mesti menjadi titik tolak perhatian HMI kedepan adalah arah gerakan perjuangan HMI yang betul-betul bisa menjadi katalisator terhadap kebuadayaan yang tak berpihak kepada kaum yang lemah dan terpinggirkan. Fenomena reformasi yang semaking hari tak jelas arah lajunya mesti menjadi refleksi perjuangan HMI sekarang dan yang akan datang. Reformasi tak akan bisa dilepaskan dari sepakterjang HMI sebagai desainer gerakan 98 tersebut. Olehnya itu harus menjadi catatan penting buat HMI, ada apa dengan gerakan reformasi tersebut? Jangan-jangan HMI sudah lupa dengan perjuangan yang selama ini menjadi cirinya.

Indefendensi ke-HMI-an mesti tetap terhujam dalam segenap sanubari kader-kader HMI, sebab sikap tersebut menjadi barang langka di negeri ini. HMI harus tanpil ke depan menjadi pemerakarsa perubahan di tengah melemah dan lusunya gerakan Mahasiswa saat ini. HMI secara politis mampu membangun paradigma gerakan baru tanpa harus terlibat dalam sistem kenegaraan, saya kira gerakan cultural–value masih sangat relepan untuk kondisi ke-Bangsa-an dan ke-Ummat-an kita hari ini sebagai landasan gerak HMI. Bagaimanpun kader-kader HMI harus mampu menciptakan New Cammon Enemy sebagai langkah awal dalam melakukan pergerakan di masa yang akan datang. Dengan demikian, jiakalau HMI mampu menciptakan “Keterkondisian” isu yang akan diusungnya untuk kepentingan rakyat saya kira HMI akan kembali menemukan pamornya di tengah keringnya pengakuan “eksistensi” gerakan Mahasiswa dikalangan grasrot(Baca: rakyat kecil).

Saatnyalah HMI harus keluar dari kandang dan bangun dari tidur panjang, untuk merealisasikan dan mewujudkan mimpi-mimpi yang selama ini menumpulkan dan mematikan kreatifitas kader-kadernya. Saatnyalah HMI harus kembali menggaungkan dan meneriakkkan hakekat amar ma’ruf nahi mungkar sebagai manifestasi dari ideology Islam kepada seluruh stekholder di Bangsa ini. Dengan demikian diharapakn HMI mampu menjadi tonggak utama arus baru perubahan di Negeri ini, semoga. Akhirnya kami mengucapkan dirgahayu HMI yang ke-61 semoga dengan usia yang matang ini, HMI lebih dewasa dalam menghadapi dan menjalani seluruh prosesi kelembagaannya dan mampu menjadi harapan Ummat dan Bangsa di masa yang akan datang. Wallahu a’lam

0 komentar :

Posting Komentar